Pages

Minggu, 09 Februari 2014

Pilih saham IPO yang defensif

Menjelang hajatan besar pemilihan umum (pemilu) beberapa perusahaan akan segera masuk ke pasar saham melalui Initial Public Offering (IPO). Upaya ini memang cukup tepat.  Akhmad Nurcahyadi, analis AMCapital menuturkan dalam analisa. Pilihan saham IPO dan kenapa saat ini waktu yang tepat untuk IPO.
Menurut dia, saat ini kondisi pasar saham masih lebih kondusif. Kita tidak tahu kondisi pasar setelah pemilu nanti. Apakah calon pemimpin nantinya sesuai dengan harapan pasar? Apakah arah kebijakan ekonomi dapat mendukung keinginan pasar?
Kondisi lain yang bisa mempengaruhi adalah sentimen eksternal. Sebab seperti kita tahu, Amerika Serikat berpotensi menghentikan stimulus alias tapering di semester II.
Karena itu, investor juga cenderung tertarik membeli saham anyar itu, sekarang ini. Meski demikian, investor harus tetap mempunyai panduan agar tak terjeblos pada saham perusahaan baru ini. Yang terpenting adalah fundamental perusahaan tersebut.
Menurut saya, sebaiknya pilihlah sektor yang defensif dan rendah risiko. Misal, PT Wika Beton, karena kebutuhan akan beton masih terus bertumbuh. Begitu juga perusahaan yang bergerak di bidang hiburan, PT Graha Layar Prima yang mengoperasikan bioskop Blitz Megaplex, cukup menarik.
Calon emiten media, seperti, PT Intermedia Capital, perusahaan yang memiliki televisi swasta ANTV juga menarik. Ini karena potensi kinerja perusahaan media akan terdongkrak dari pendapatan iklan politik
Selain fundamental, faktor lain yang harus diperhatikan adalah harga saham yang ditawarkan. Agar lebih mudah sebaiknya, dibandingkan dengan emiten sejenis. Apakah price earning ratio (PER) lebih rendah atau justru sebaliknya.
IPO Blue Bird Group, misalnya, sebaiknya dibandingkan dengan emiten sejenis yakni PT Express Trasindo Utama Tbk (TAXI). Jika harganya lebih murah akan menarik. Secara fundamental, saham emiten transportasi sedikit terganggu karena potensi kenaikan harga bahan bakar minyak. Emiten lain yang tak menarik adalah yang bisnisnys terpengaruh suku bunga dan pelemahan rupiah.        

Rabu, 05 Februari 2014

Inilah Rekomendasi Konyol di Bursa

Dalam dunia investasi di pasar keuangan dan pasar modal, dana kita tidak selalu mendatangkan untung. Tetapi bisa rugi dan stagnan.

Jadi investor harus mencermati rekomendasi sebelum memutuskan berinvestasi. Apalagi ada beberapa rekomendasi yang konyol dan menyesatkan investor. Apa sajakah itu?

Michael Sincere, analis investasi jangka panjang memiliki beberapa rekomendasi yang konyol seperti mengutip marketwatch.com. Berikut ulasannya:

-Indeks Selalu Naik
Padahal tidak selalu terjadi indeks mengalami kenaikan. Sebab saat suatu saham di kawasan tertentu naik maka ada yang mengalami penurunan.

Sebab pelemahan suatu saham merupakan siklus pasar. Jadi pelemahan tidak harus ditakuti atau diabaikan. Apabila saham atau indeks selalu naik maka akan bahaya dan tidak realistis.

-Investor Ritel Picu Indeks Jatuh
Saat indeks S&P jatuh 2,2% atau indeks serta saham turun, analis selalu ingin mencari kesalahan. Investor kecil atau investor ritel disalahkan karena tidak dapat menggerakkan indeks atau saham. Padahal investor kecil biasanya paling terakhir keluar dari indeks.

Saat tren indeks mengalami pelemahan maka investor besar atau institusi bergegas keluar.

-Saham Anda akan Balik Lagi
Jika saham Anda turun maka Anda harus membeli lebih banyak lagi. Jika saham Anda sedang naik maka harus membeli dalam jumlah banyak. Sebab akan kehilangan momentum bagus.

Jika Anda berinvestasi secara ritel, maka harus abaikan saran konyol ini. Strategi yang baik adalah menjual saham setelah mereka menurun 7-8 persen.

-Beli Saat Dip
Membeli pada saat dip dapat dilakukan saat saham atau indeks menguat. Tetapi jika membeli dip selama melemah atau bearish maka Ada akan dibantai. Lebih buruk lagi beberapa orang membeli pada dip semenara mereka berada di posisi yang melemah.

Tetapi yang benar, jangan pernah membeli saham tambahan saat saham turun terutama jika masih akan turun. Penurunan saham karena suatu alasan.

Sayangnya, mebeli pada dip sering terulang. Baru-baru ini beberapa komentator menyarankan investor ritel unutk membeli di bursa pasar negara berkembang. Ini Konyol. Sebab bursa di pasar negara berkembang bisa tidak pulih lagi dalam waktu dekat.

Jadi saran membeli saham saat melemah adalah rekomendasi yang berbahaya, terutama di saham dan bursa yang rawan. Karena sebaiknya membeli saham saat sudah mengalami penurunan dan mulai memantul ke atas.

-Beli Saham Bisa Jadi Kaya Mendadak
Tidak ada buku yang lebih konyol dari buku yang menuliskan menjadi kaya di pasar saham. Mungkin bisa mengalami keuntungan, membangun kekayaan. Itu adalah trik supaya bukunya laris terjual.

Investasi saham tidak akan kaya terutama jika memulai dalam jumlah dana yang sedikit. Saat bursa saham menguat maka buku tersebut akan laris.

-Beli di Harga Rendah dan Jual di Harga Tinggi
Pada awal ada pasar saham sudah ada saran membeli di harga rendah dan menjual di harga tinggi. Saran klise ini telah menyebabkan investor kehilangan dananya di pasar. Istilah harga murah dan harga tinggi sulit unutk didefinisikan. Sebab tidak ada yang tahu harga rendah dan harga tinggi sampai suatu saham menyentuh level tertentu.

Padahal sebaiknya, belilah saham yang berada di tren kenaikan. Juallah saham saat pasar atau indeks dalam bahaya. Investor sukses, Bernard Baruch menegaskan jangan mencoba membeli di harga rendah dan menjual di harga atas. Ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan pembohong.

Dalam buku Memahami Saham atau Understanding Stocks karya Michael Sincere dalam memilih saham memerlukan indikator dan analisa untuk menentukan saham dalam tren melemah atau tren turun.

Senin, 03 Februari 2014

TRANSAKSI SAHAM DI AWAL TAHUN MENURUN

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mendaki di bulan pertama tahun ini. Sepanjang Januari 2014, IHSG tumbuh 3,38% ke 4.418,76. Namun di awal bulan Februari justru turun 0,74% ke 4.386,26. Meski begitu, volume rata-rata perdagangan dan nilai transaksi harian terlihat belum agresif.
Dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), di Januari 2014, rata-rata volume transaksi harian bursa sebesar 3,9 miliar saham dengan rata-rata nilai transaksi sebesar Rp 4,84 triliun. Transaksi perdagangan bursa itu lebih kecil ketimbang biasanya. Padahal, biasanya transaksi bursa di bulan Januari cukup ramai karena faktor January Effect.
Sebagai perbandingan, di Januari 2013, misalnya, rata-rata volume perdagangan saham mencapai 4,6 miliar saham dengan rata-rata nilai transaksi harian sebesar Rp 5 triliun.
Hal ini sepertinya membuktikan bahwa efek perubahan peraturan perdagangan, sejauh ini belum mampu mendongkrak transaksi perdagangan di bursa. Pada 6 Januari 2014 lalu, BEI menerapkan aturan perdagangan baru yakni menurunkan jumlah saham per lot dari 500 saham menjadi 100 saham per lot. Selain itu, BEI juga mengubah jumlah fraksi saham dari lima kelompok harga menjadi tiga kelompok.
Syaiful Adrian, analis Ciptadana Securities bilang, perdagangan saham di bulan lalu memang belum agresif lantaran ada beberapa sentimen negatif yang membayangi perdagangan. Pertama di akhir tahun lalu, tak banyak aksi window dressing yang berdampak ke January Effect.
Kedua, ada krisis yang dialami negara berkembang seperti Argentina dan Turki. Dus, investor cenderung mencari momen tepat untuk masuk ke pasar. Ketiga investor juga masih menyesuaikan diri dengan peraturan baru dari BEI mengenai perubahan lot dan fraksi harga. "Investor cenderung wait and see karena efek tapering dan ada aturan baru BEI. Jadi ada penyesuaian. Namun, perdagangan secara umum sebenarnya sudah mulai terlihat normal," jelas Syaiful.
Syaiful mengatakan, volume perdagangan akan kembali agresif di Februari akhir hingga Maret 2014. Soalnya, sentimen dari laporan keuangan emiten bakal menjadi daya tarik investor kembali mengambil posisi.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, biasanya rata-rata nilai transaksi bulanan bisa mencapai Rp 5 triliun. Ia menilai, transaksi belum ramai lantaran nilai tukar rupiah yang tak kunjung menguat membuat pelaku pasar menahan diri. "Tidak terjadinya January Effect karena sentimen negatif masih menyetir pergerakan," kata dia.
Tersengat makro ekonomi
Para analis optimistis, akan ada angin segar usai membaiknya data makro ekonomi Indonesia. IHSG juga mulai terlihat berotot jika dibandingkan indeks regional lainnya yang bergerak di zona merah.
Usai pemilu, Syaiful memperkirakan, nilai transaksi harian akan melejit dan IHSG bisa rebound. Perusahaan yang mau mencatatkan saham di bursa lewat initial public offering (IPO) pun diharapkan bisa mendorong transaksi perdagangan bursa.
BEI menargetkan, volume transaksi harian mencapai Rp 7 triliun di tahun ini. BEI mendorong perdagangan lebih likuid dengan menerbitkan sejumlah aturan anyar. Misalnya menambah jumlah saham beredar di publik alias free float. Ini diharapkan bisa memicu perdagangan lebih ramai.
"Kebijakan BEI akan positif di tahun ini dan mendorong nilai transaksi," ujar William Suryawijaya, analis Indosurya Securities. Sepanjang Januari, sektor keuangan, properti dan konsumsi memimpin kenaikan return.